Pengaruh Sosial dan Ekonomi Jika Penyakit Mulut dan Kuku menjadi Endemi di Indoneska

Sebelum lebaran 2022 Indonesia dihebohkan dengan temuan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Diketahui, saat ini penyakit tersebut ditemukan pada sapi di Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Timur, Provinsi Aceh. Juga di Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Lamongan dan Mojokerto, Provinsi Jawa Timur.

Pengaruh ekonomi wabah PMK di Indonesia akan sangat besar dan merugikan peternak, industri dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam buku KESIAGAAN DARURAT VETERINER INDONESIA (Seri : Penyakit Mulut dan Kuku) disebutkan bahwa Studi yang pernah dilakukan Kementerian Pertanian tentang kerugian ekonomi PMK di Indonesia,  teridentifikasi bahwa sekitar 11,6 triliun rupiah kerugian

yang dapat terjadi akibat wabah PMK ini. Kerugian ekonomi ini terjadi secara langsung pada sistem produksi peternakan seperti akan terjadinya penurunan produksi susu, infertilitas, aborsi, kematian penurunan produktifitas kerja dan penurunan berat badan, maupun kerugian akibat program pengendalian dan penanggulangan khususnya tindakan pemberantasan dan hilangnya kesempatan ekspor dan pengaruh bagi industri pariwisata.

Pengaruh sosial yang penting untuk diperhatikan adalah adanya gangguan bagi aktifitas masyarakat pada saat pelaksanaan program pemberantasan penyakit. Wabah PMK juga akan mempengaruhi tenaga kerja dibidang peternakan maupun bidang lain yang dipengaruhi oleh adanya wabah. Pada  tingkat individu dan keluarga terutama ditingkat peternak kecil, kemungkinan pengaruh sosial yang terjadi adalah meningkatnya stress akibat kehilangan ternak akibat kematian ataupun akibat program pemberantasan dan juga terdapat batasan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari akibat program yang dilaksanakan.

Wabah penyakit PMK juga akan membebani APBN dan APBD. Pendanaan dan kompensasi merupakan hal yang utama dalam program pemberantasan PMK. Perlunya ketersediaan dana ini harus dimuat dalam peraturan perudangan sehingga pada saat wabah terjadi, maka dana tersebut dapat segera diakses dan digunakan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 (pasal 44 ayat 2 dan ayat 3) juncto Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2014 (pasal 68 dan pasal 72) bahwa Pemerintah tidak memberikan kompensasi atas tindakan depopulasi (termasuk tindakan pemusnahan/stamping out) terhadap hewan yang positif terjangkit penyakit hewan dan kompensasi hanya diberikan kepada orang yang memiliki hewan sehat yang didepopulasi untuk mencegah penyebaran penyakit serta proses pelaksanaan kompensasi dengan menggunakan anggaran negara (APBN) memerlukan koordinasi dengan lembaga yang menangani wabah/bencana yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB dan beberapa kementerian terkait (keuangan dan dalam negeri) sehingga memerlukan waktu yang cukup untuk pemberian kompensasi tersebut. Sesuai PP Nomor 47 Tahun 2014 diatas, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis kompensasi, persyaratan, dan tata cara pemberian kompensasi, dalam proses pengaturan melalui Peraturan Menteri Pertanian.

  1. Pelajari apa itu Penyakit Mulut dan Kuku lewat Infografis Penyakit Mulut dan Kuku

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *